PANDEMI BAYANGAN

 



Tanpa terasa, kita sudah berhadapan dengan pandemi selama 2 tahun. Hingga awal April 2022, Korban meninggal dunia di tingkat global dari 230 negara telah mencapai 6.170.283 orang, sedangkan di Indonesia sendiri telah mencapai 155.626 orang.

 

Dengan data penyebarannya sebagai berikut.

                                  

Kehadiran pandemi, menghantar setiap pribadi ke dalam kondisi yang lebih rentan terutama perempuan. Tanpa pandemic saja, jadi perempuan sdh ribet apa lagi ada pandemic???


Kondisi pandemic memaksa tiap orang untuk lebih adaptif, terutama bagaimana tetap menjalin relasi dengan orang lain di antara jarak yang sudah menjadi penyelamat. Hal ini, mebuat ruang maya atau internet menjadi salah satu pilihan yang palin ideal. Ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya tren penggunaan internet dan media sosial selama masa pandemic, berikut data yang dilaporkan We are Social.

Tren Penggunaan Internet dan Media Sosial Hingga Januari 2021

Sumber; We Are Social


 

Tren Penggunaan Internet dan Media Sosial Hingga Februari 2022

Sumber; We Are Social


Hinggah Februari 2022. 

·         Total Populasi naik 1%.

·         Perangkat Mobile yang terhubung naik 3,6%.

·         Pengguna Internet naik 1%). Serta

·         Pengguna Media Sosial Aktif, naik hinggah mencapai 12,6%)

 

Tingkat Penggunaan Media Sosial dari 2014 Hingga Februari 2022

Sumber; We Are Social


 

·         Tahun 2019, pengguna media sosial: 150 juta jiwa.

·         Tahun 2020, pengguna media sosial: 160 juta jiwa.

·         Tahun 2021, pengguna media sosial: 170 juta jiwa.

·         Tahun 2022, pengguna media sosial: 191 juta jiwa



      Semakin meningkatnya tren penggunaan internet dan media sosial selama masa pandemic tentu saja tidak hanya mempermudah interaksi di antara pembatasan jarak secara tatap muka, namun juga menghadirkan berbagai macam persoalan lain, dimana salah satunya  memperparah kasus kekerasan gender berbasis online/KBGO. Kondisi Pandemi mungkin masih terkendali, namun justru menciptakan Pandemi Bayangan, jika terus lupu dari perhatian serius pemerintah.


    Data save net Februari 2022, menunjukan baik LBH APIK Jakarta, Komnas Perempuan maupun Safenet sendiri menunjukan peningkatan jumlah kasus sejak 2017, dan teruus mengalami peningkatan saat memasuki pandemic.


 

Data KBGO Laporan Komnas Perempuan, SAFEnet, dan LBH APIK Jakarta

Sumber; SAFEnet


 Mayoritas korban mengidentifikasi gendernya sebagai perempuan (482 orang), kemudian laki-­laki (50 orang), tidak diketahui (29 orang), dan 1 orang trans laki-laki. Setidaknya ada 37 korban berusia di bawah 18 tahun yang mengadu langsung, yakni 31 perempuan, 3 laki-­laki, dan 3 tidak diketahui identitas gendernya.

KBGO merupakan kekerasan berbasis gender dengan memanfaatkan perangkat teknologi informasi dan komunikasi. Berdasarkan catatan dari Komnas Perempuan tahun 2021 KBGO atau Kekerasan Berbasis Gender Cyber terdiri dari :

·         Cyber Harrasment

Pengiriman Teks untuk Menyakiti/Menakuti/Mengancam/Mengganggu

·         Cyber Hacking

Peretasan; Kejahatan yang terjadi ketika seseorang menggunakan teknologi untuk memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah dengan tujuan mengubah informasi yang dimiliki seseorang dan mencemarkan nama baik korban

·         Malicious distribution

Ancaman Distribusi Foto/Video Pribadi; Penghinaan yang dilakukan dengan bantuan teknologi, komputer dan/atau internet dimana seseorang menyebarkan informasi yang salah, mempublikasikan materi penghinaan tentang seseorang di situs web atau mengirimkan email yang berisi fitnahan kepada seluruh teman atau keluarga korban yang bertujuan untuk mencemarkan reputasi

·         Online defamation

Penghinaan/Pencemaran Nama Baik secara online

·         Impersonation/Cloning

(Pemalsuan Identitas); Penggunaan teknologi untuk meniru identitas korban atau menggandakan identitas orang lain agar dapat mengakses informasi pribadi pihak korban, mempermalukan korban, atau menghubungi paksa korban

·         Surveillance/Tracking/Cyber Stalking

Penggunaan teknologi untuk menguntit dan memantau aktivitas atau perilaku korban yang menciptakan ketakutan atau rasa tidak aman pada korban

·         Revenge Porn/ Non-consensual pornography

Kegiatan menyebarkan foto atau video intim seseorang secara online tanpa ijin sebagai bentuk usaha balas dendam dan bertujuan untuk merusak kehidupan korban di dunia nyata ataupun mempermalukan

·         Sexting

Kegiatan pelaku yang dengan sengaja mengirimkan gambar intimnya ataupun pesan bernada seksual dengan maksud untuk melecehkan korban

·         Online Grooming

Sikap Pelaku untuk mendekati korban dan membangun koneksi emosional dengan seseorang di dunia maya hingga memperoleh kepercayaan korban

Berikut data KBGS/KBGO berdasarkan data Lembaga layanan tahun 2020, KOMNAS Perempuan. Dimana Malicious distribution dan Online Grooming masing masing menempati urutan pertama dan kedua. Manipulasi hingga toxic relationship itu memang dimana-man ya! 

 


 Beberapa Motivasi pelaku KBGO, seperti balas dendam, cemburu, agenda politik, kemarahan, agenda ideologis, Hasrat seksual, kebutuhan keuangan, dan menjaga status sosial. Dengan Tujuan, menyakiti psikologis, menyakiti fisisk, instrumental dan penegakan norma,

KBGO akan memebrikan dampak;

·         Kerugian psikologis, korban / penyintas mengalami depresi, kecemasan, dan ketakutan. Ada juga titik tertentu di mana beberapa korban / penyintas menyatakan pikiran bunuh diri sebagai akibat dari bahaya yang mereka hadapi

·         Keterasingan Sosial, para korban / penyintas menarik diri dari kehidupan publik, termasuk dengan keluarga dan teman-teman. Hal ini terutama berlaku untuk wanita yang foto dan videonya didistribusikan tanpa persetujuan mereka yang merasa dipermalukan dan diejek di depan umum.

·         Kerugian Ekonomi, para korban / penyintas menjadi pengangguran dan kehilangan penghasilan

·         Mobilitas Terbatas, para korban / penyintas kehilangan kemampuan untuk bergerak bebas dan berpartisipasi dalam ruang online dan / atau offline

·         Sensor Diri, dikarenakan takut akan menjadi korban lebih lanjut, dan karena hilangnya kepercayaan terhadap keamanan menggunakan teknologi digital; menghapus diri dari internet memiliki implikasi lebih lanjut di luar sensor diri, seperti putusnya akses ke informasi, layanan elektronik, dan komunikasi sosial atau professional

 

KBGO, membuat perempuan tak lagi nayaman baik di ruang ofline maupun online.

Menurut Internet Governance Forum tentang penyalahgunaan online, Hal ini berkontribusi terhadap budaya seksisme dan misoginis online, serta melanggengkan ketidaksetaraan gender di ranah offline. Pelecehan online dan kekerasan berbasis gender merugikan perempuan dengan membatasi kemampuan mereka untuk mendapatkan manfaat dari peluang yang sama secara online yang biasanya didapatkan oleh laki-laki, seperti pekerjaan, promosi dan ekspresi diri.

Lalu bagaimana terhindar dari KBGO?

Perlindungan terhadap privasi merupakan kunci utamanya.

Tipe data pribadi terdiri dari,

·         Nama nama lengkap, nama semasa kecil, nama ibu, alias

·         Nomor identitas pribadi NIK, NPWP, SIM, nomor paspor, plat nomor kendaraan, nomor kartu anggota rumah sakit, rekening bank, nomor kartu kredit

·         Alamat pribadi alamat rumah, email

·         Nomor kontak personal ponsel pribadi, telepon rumah

·         Karakteristik personal gambar fotografik (utamanya atas wajah atau bagian lain yang menunjukkan karakteristik yang dapat dikaitkan pada seseorang), sidik jari, tulisan tangan

·         Data biometrik scan retina, tanda suara (voice signature), sidik jari, geometri wajah

·         Informasi atas properti pribadi nomor kendaraan, akta tanah dan bangunan

·         Informasi aset teknologi alamat Internet Protocol (IP address) atau alamat Media Access Control (MAC address) yang secara konsisten terhubung pada satu individu tertentu

·         Lainnya tanggal dan tempat lahir, nomor telepon bisnis, alamat email atau surat menyurat untuk keperluan bisnis, ras, agama, indikator geografis, dan informasi terkait pekerjaan, kesehatan, edukasi, atau finansial

Terdapat 8 tips untuk melindungi privasi di media sosoial dan aplikasi percakapan;

 

1.      Pisahkan akun pribadi dengan akun publik

Menggunakan beberapa akun untuk memisahkan hal-hal bersifat pribadi dan hal-hal yang bisa dibagi ke publik bisa menjadi alternatif untuk melindungi diri di dunia maya.

 

2.      Cek dan atur ulang pengaturan privasi

Sesuaikan pengaturan privasi dengan level kenyamanan diri dalam berbagi data pribadi, seperti nama, foto, nomor ponsel, lokasi (geo-tag atau location sharing), aplikasi yang kamu berikan akses atas akun media sosial atau aplikasi percakapan yang kamu miliki. Kendalikan sendiri siapa atau apa saja yang dapat mengakses data pribadimu.

3.      Ciptakan password yang kuat dan nyalakan verifikasi login

Hindari peretasan akun media sosial kamu dengan menciptakan password login yang kuat (panjang dan mengandung unsur huruf, angka, dan simbol) dan aktifkan verifikasi login. Dalam beberapa platform media sosial atau aplikasi percakapan verifikasi login disebut dengan istilah 2-Step Verification atau 2-Factor Authentication. Berlakukan juga hal ini untuk email pribadi.

4.      Jangan sembarang percaya aplikasi pihak ketiga

Aplikasi pihak ketiga, misalnya yang mengadakan kuis di Facebook, biasanya meminta akses akun media sosialmu. Aplikasi pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab bisa saja menggunakan informasi atau data pribadi yang mereka dapat dari akses tersebut secara tidak bertanggung jawab dan bisa jadi berdampak pada kehidupanmu, baik online maupun offline.

5.      Hindari berbagi lokasi pada waktu nyata (real time location sharing)

 Lokasi pada waktu nyata atau lokasi tempat seseorang sering kali lewati atau kunjungi dapat menjadi informasi yang berharga bagi orang-orang yang ingin berniat jahat, misalnya penguntit.

6.      Berhati-hati dengan URL yang dipendekkan

Ada potensi bahaya ketika mengklik URL yang dipendekkan. Bila berasal dari akun yang mencurigakan, bisa saja URL tersebut mengarahkan kita ke situs-situs berbahaya atau jahat yang dapat mencuri data pribadi kita.

7.      Lakukan data detox

Tactical Tech dan Mozilla telah menyusun data detoks untuk mengecek keberadaan data diri pribadi di internet. Silakan coba data detox agar dapat menjadi pribadi yang lebih mempunyai kendali atas data diri di ranah online dengan mengakses https://datadetox.myshadow.org.

8.      Jaga kerahasiaan pin atau password pada ponsel atau laptop pribadi

Seringkali, pelaku kekerasan berbasis gender online dan offline adalah orang-orang terdekat. Untuk itu, perlu untuk memasang dan menjaga kerahasiaan pin atau password pada gawai atau perangkat elektronik pribadi atau perangkat elektronik lainnya terutama yang menyimpan data pribadi.

 

 

Lalu apa yang dilakukan saat menjadi korban:

 

1. Dokumentasikan hal-hal yang terjadi pada diri Bila memungkinkan, dokumentasikan semua hal secara detail. Dokumen yang dibuat dengan kronologis dapat membantu proses pelaporan dan pengusutan pada pihak berwenang, seperti platform online tempat terjadinya KBGO ataupun kepolisian

2. Pantau situasi yang dihadapi Meski tidak dianjurkan, apakah mungkin untuk menghadapi pelaku sendiri? Apakah mungkin untuk melakukan dokumentasi sendiri? Pantau dan nilai situasi yang sedang dihadapi dan putuskan yang paling baik dan aman untuk dilakukan diri. 3. Menghubungi bantuan Cari tahu individu, lembaga, organisasi, atau institusi terpercaya yang dapat memberikan bantuan terdekat dari lokasi tinggal, seperti bantuan pendampingan hukum melalui Lembaga bantuan hukum pendampingan psikoleogi seperti layanan konseling dan bantuan terkait kemanan digital.

 



4. Lapor dan blokir pelaku Di ranah online, korban memiliki opsi untuk melaporkan dan memblokir pelaku atau akun-akun yang dianggap atau telah mencurigakan, membuat tidak nyaman, atau mengintimidasi diri dari platform online yang digunakan.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cermin Retak

Kemerdekaan yang Terikat.