PANDEMI BAYANGAN
Dengan data penyebarannya
sebagai berikut.
Kehadiran pandemi,
menghantar setiap pribadi ke dalam kondisi yang lebih rentan terutama
perempuan. Tanpa pandemic saja, jadi perempuan sdh ribet apa lagi ada
pandemic???
Kondisi pandemic memaksa tiap orang
untuk lebih adaptif, terutama bagaimana tetap menjalin relasi dengan orang lain
di antara jarak yang sudah menjadi penyelamat. Hal ini, mebuat ruang maya atau
internet menjadi salah satu pilihan yang palin ideal. Ini dibuktikan dengan
semakin meningkatnya tren penggunaan internet dan media sosial selama masa
pandemic, berikut data yang dilaporkan We are Social.
Tren Penggunaan Internet dan Media Sosial Hingga Januari
2021
Sumber; We Are Social
Tren Penggunaan Internet dan Media Sosial Hingga Februari
2022
Sumber; We Are Social
Hinggah Februari 2022.
·
Total Populasi naik 1%.
·
Perangkat Mobile yang terhubung naik 3,6%.
·
Pengguna Internet naik 1%). Serta
·
Pengguna Media Sosial Aktif, naik hinggah mencapai
12,6%)
Tingkat Penggunaan Media Sosial dari 2014 Hingga Februari
2022
Sumber; We Are
Social
·
Tahun 2019, pengguna media sosial: 150 juta jiwa.
·
Tahun 2020, pengguna media sosial: 160 juta jiwa.
·
Tahun 2021, pengguna media sosial: 170 juta jiwa.
· Tahun 2022, pengguna media sosial: 191 juta jiwa
Semakin meningkatnya tren penggunaan internet dan media sosial selama masa pandemic tentu saja tidak hanya mempermudah interaksi di antara pembatasan jarak secara tatap muka, namun juga menghadirkan berbagai macam persoalan lain, dimana salah satunya memperparah kasus kekerasan gender berbasis online/KBGO. Kondisi Pandemi mungkin masih terkendali, namun justru menciptakan Pandemi Bayangan, jika terus lupu dari perhatian serius pemerintah.
Data save net Februari 2022, menunjukan baik LBH APIK Jakarta, Komnas Perempuan maupun Safenet sendiri menunjukan peningkatan jumlah kasus sejak 2017, dan teruus mengalami peningkatan saat memasuki pandemic.
Data
KBGO Laporan Komnas Perempuan, SAFEnet, dan LBH APIK Jakarta
Sumber;
SAFEnet
KBGO merupakan kekerasan berbasis gender dengan memanfaatkan perangkat teknologi informasi dan komunikasi. Berdasarkan catatan dari Komnas Perempuan tahun 2021 KBGO atau Kekerasan Berbasis Gender Cyber terdiri dari :
·
Cyber
Harrasment
Pengiriman
Teks untuk Menyakiti/Menakuti/Mengancam/Mengganggu
·
Cyber
Hacking
Peretasan;
Kejahatan yang terjadi ketika seseorang menggunakan teknologi untuk memasuki
atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah dengan
tujuan mengubah informasi yang dimiliki seseorang dan mencemarkan nama baik
korban
·
Malicious
distribution
Ancaman
Distribusi Foto/Video Pribadi; Penghinaan yang dilakukan dengan bantuan
teknologi, komputer dan/atau internet dimana seseorang menyebarkan informasi
yang salah, mempublikasikan materi penghinaan tentang seseorang di situs web
atau mengirimkan email yang berisi fitnahan kepada seluruh teman atau keluarga
korban yang bertujuan untuk mencemarkan reputasi
·
Online
defamation
Penghinaan/Pencemaran
Nama Baik secara online
·
Impersonation/Cloning
(Pemalsuan
Identitas); Penggunaan teknologi untuk meniru identitas korban atau
menggandakan identitas orang lain agar dapat mengakses informasi pribadi pihak
korban, mempermalukan korban, atau menghubungi paksa korban
·
Surveillance/Tracking/Cyber
Stalking
Penggunaan
teknologi untuk menguntit dan memantau aktivitas atau perilaku korban yang
menciptakan ketakutan atau rasa tidak aman pada korban
·
Revenge
Porn/ Non-consensual pornography
Kegiatan
menyebarkan foto atau video intim seseorang secara online tanpa ijin sebagai
bentuk usaha balas dendam dan bertujuan untuk merusak kehidupan korban di dunia
nyata ataupun mempermalukan
·
Sexting
Kegiatan
pelaku yang dengan sengaja mengirimkan gambar intimnya ataupun pesan bernada
seksual dengan maksud untuk melecehkan korban
·
Online
Grooming
Sikap
Pelaku untuk mendekati korban dan membangun koneksi emosional dengan seseorang
di dunia maya hingga memperoleh kepercayaan korban
Berikut data
KBGS/KBGO berdasarkan data Lembaga layanan tahun 2020, KOMNAS Perempuan. Dimana
Malicious distribution dan Online Grooming masing masing menempati urutan
pertama dan kedua. Manipulasi hingga toxic relationship itu memang dimana-man
ya!
KBGO akan
memebrikan dampak;
·
Kerugian
psikologis, korban / penyintas mengalami depresi, kecemasan, dan ketakutan. Ada
juga titik tertentu di mana beberapa korban / penyintas menyatakan pikiran
bunuh diri sebagai akibat dari bahaya yang mereka hadapi
·
Keterasingan
Sosial, para korban / penyintas menarik diri dari kehidupan publik, termasuk
dengan keluarga dan teman-teman. Hal ini terutama berlaku untuk wanita yang
foto dan videonya didistribusikan tanpa persetujuan mereka yang merasa
dipermalukan dan diejek di depan umum.
·
Kerugian
Ekonomi, para korban / penyintas menjadi pengangguran dan kehilangan
penghasilan
·
Mobilitas
Terbatas, para korban / penyintas kehilangan kemampuan untuk bergerak bebas dan
berpartisipasi dalam ruang online dan / atau offline
·
Sensor
Diri, dikarenakan takut akan menjadi korban lebih lanjut, dan karena hilangnya
kepercayaan terhadap keamanan menggunakan teknologi digital; menghapus diri
dari internet memiliki implikasi lebih lanjut di luar sensor diri, seperti
putusnya akses ke informasi, layanan elektronik, dan komunikasi sosial atau
professional
KBGO, membuat
perempuan tak lagi nayaman baik di ruang ofline maupun online.
Menurut Internet Governance Forum tentang penyalahgunaan online, Hal ini berkontribusi terhadap budaya seksisme dan misoginis online, serta melanggengkan ketidaksetaraan gender di ranah offline. Pelecehan online dan kekerasan berbasis gender merugikan perempuan dengan membatasi kemampuan mereka untuk mendapatkan manfaat dari peluang yang sama secara online yang biasanya didapatkan oleh laki-laki, seperti pekerjaan, promosi dan ekspresi diri.
Lalu bagaimana terhindar dari KBGO?
Perlindungan terhadap privasi merupakan kunci utamanya.
Tipe data pribadi terdiri dari,
·
Nama
nama lengkap, nama semasa kecil, nama ibu, alias
·
Nomor
identitas pribadi NIK, NPWP, SIM, nomor paspor, plat nomor kendaraan, nomor
kartu anggota rumah sakit, rekening bank, nomor kartu kredit
·
Alamat
pribadi alamat rumah, email
·
Nomor
kontak personal ponsel pribadi, telepon rumah
·
Karakteristik
personal gambar fotografik (utamanya atas wajah atau bagian lain yang
menunjukkan karakteristik yang dapat dikaitkan pada seseorang), sidik jari, tulisan
tangan
·
Data
biometrik scan retina, tanda suara (voice signature), sidik jari, geometri
wajah
·
Informasi
atas properti pribadi nomor kendaraan, akta tanah dan bangunan
·
Informasi
aset teknologi alamat Internet Protocol (IP address) atau alamat Media Access
Control (MAC address) yang secara konsisten terhubung pada satu individu
tertentu
· Lainnya tanggal dan tempat lahir, nomor telepon bisnis, alamat email atau surat menyurat untuk keperluan bisnis, ras, agama, indikator geografis, dan informasi terkait pekerjaan, kesehatan, edukasi, atau finansial
Terdapat 8 tips untuk melindungi privasi di media sosoial dan aplikasi percakapan;
1.
Pisahkan
akun pribadi dengan akun publik
Menggunakan beberapa akun untuk memisahkan
hal-hal bersifat pribadi dan hal-hal yang bisa dibagi ke publik bisa menjadi
alternatif untuk melindungi diri di dunia maya.
2.
Cek
dan atur ulang pengaturan privasi
Sesuaikan pengaturan privasi dengan level
kenyamanan diri dalam berbagi data pribadi, seperti nama, foto, nomor ponsel,
lokasi (geo-tag atau location sharing), aplikasi yang kamu berikan akses atas
akun media sosial atau aplikasi percakapan yang kamu miliki. Kendalikan sendiri
siapa atau apa saja yang dapat mengakses data pribadimu.
3.
Ciptakan
password yang kuat dan nyalakan verifikasi login
Hindari peretasan
akun media sosial kamu dengan menciptakan password login yang kuat (panjang dan
mengandung unsur huruf, angka, dan simbol) dan aktifkan verifikasi login. Dalam
beberapa platform media sosial atau aplikasi percakapan verifikasi login
disebut dengan istilah 2-Step Verification atau 2-Factor Authentication.
Berlakukan juga hal ini untuk email pribadi.
4.
Jangan
sembarang percaya aplikasi pihak ketiga
Aplikasi pihak
ketiga, misalnya yang mengadakan kuis di Facebook, biasanya meminta akses akun
media sosialmu. Aplikasi pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab bisa saja
menggunakan informasi atau data pribadi yang mereka dapat dari akses tersebut
secara tidak bertanggung jawab dan bisa jadi berdampak pada kehidupanmu, baik
online maupun offline.
5.
Hindari
berbagi lokasi pada waktu nyata (real time location sharing)
Lokasi pada waktu nyata atau lokasi tempat
seseorang sering kali lewati atau kunjungi dapat menjadi informasi yang
berharga bagi orang-orang yang ingin berniat jahat, misalnya penguntit.
6.
Berhati-hati
dengan URL yang dipendekkan
Ada potensi bahaya
ketika mengklik URL yang dipendekkan. Bila berasal dari akun yang mencurigakan,
bisa saja URL tersebut mengarahkan kita ke situs-situs berbahaya atau jahat
yang dapat mencuri data pribadi kita.
7.
Lakukan
data detox
Tactical Tech dan
Mozilla telah menyusun data detoks untuk mengecek keberadaan data diri pribadi
di internet. Silakan coba data detox agar dapat menjadi pribadi yang lebih
mempunyai kendali atas data diri di ranah online dengan mengakses https://datadetox.myshadow.org.
8.
Jaga
kerahasiaan pin atau password pada ponsel atau laptop pribadi
Seringkali, pelaku kekerasan berbasis gender
online dan offline adalah orang-orang terdekat. Untuk itu, perlu untuk memasang
dan menjaga kerahasiaan pin atau password pada gawai atau perangkat elektronik
pribadi atau perangkat elektronik lainnya terutama yang menyimpan data pribadi.
Lalu apa yang
dilakukan saat menjadi korban:
1. Dokumentasikan hal-hal yang terjadi
pada diri Bila memungkinkan, dokumentasikan semua hal secara detail. Dokumen
yang dibuat dengan kronologis dapat membantu proses pelaporan dan pengusutan
pada pihak berwenang, seperti platform online tempat terjadinya KBGO ataupun
kepolisian
2. Pantau situasi yang dihadapi Meski
tidak dianjurkan, apakah mungkin untuk menghadapi pelaku sendiri? Apakah
mungkin untuk melakukan dokumentasi sendiri? Pantau dan nilai situasi yang sedang
dihadapi dan putuskan yang paling baik dan aman untuk dilakukan diri. 3.
Menghubungi bantuan Cari tahu individu, lembaga, organisasi, atau institusi
terpercaya yang dapat memberikan bantuan terdekat dari lokasi tinggal, seperti
bantuan pendampingan hukum melalui Lembaga bantuan hukum pendampingan
psikoleogi seperti layanan konseling dan bantuan terkait kemanan digital.
4. Lapor dan blokir pelaku Di ranah
online, korban memiliki opsi untuk melaporkan dan memblokir pelaku atau
akun-akun yang dianggap atau telah mencurigakan, membuat tidak nyaman, atau
mengintimidasi diri dari platform online yang digunakan.
Komentar
Posting Komentar